Selasa, 28 Januari 2014

Toni Harsono, Maecenas POTEHI dari Gudo (hirwan Kuardhani)


Indonesia merupakan sebuah bangsa yang erat dengan akulturasi. Pengalaman percampuran budaya yang dialami oleh bangsa Indonesia tidak terlepas dari perjalanan sejarah bangsa ini. Hubungan dagang antar wilayah, hingga penjajahan yang dialami oleh bangsa ini selama lebih dari tiga setengah abad ikut menjadi faktor masuknya budaya asing yang akhirnya mengalami akulturasi dengan budaya lokal.

Adalah pertunjukan potehi. Salah satu kesenian mendalang dengan boneka sarung tangan, yang masuk sebelum kemudian berakulturasi dengan budaya lokal. Ratusan tahun silam, kesenian ini dibawa masuk oleh emigran Tionghoa yang akhirnya menetap di sebuah desa kecil bernama Gudo.

Kesenian yang dimainkan oleh seorang Sehu (sebutan untuk dalang) dalam upacara keagamaan ini kemudian berakulturasi seiring berjalannya waktu. Adanya penggunaan bahasa melayu campur dalam pertunjukan merupakan bukti akulturasi dari pertunjukan Potehi yang tidak lagi murni berbahasa Hokkian ini.

Dalam dunia seni, berikut kesenian Potehi, lantas dikenal adanya istilah Maecenas. Secara sederhana,  Maecenas sendiri merupakan orang yang peduli dan memberi bantuan finansial kepada kehidupan seniman. Toni Harsono merupakan sosok Maecenas dalam degup kehidupan seni pertunjukkan Potehi. Seorang pengusaha toko emas ini menjadi penyokong utama secara finansial atas keberlangsungan dinamika pertunjukan Potehi.

Perjalanan hidup menjadi seorang Maecenas itulah yang kemudian secara tertulis dinyatakan dalam buku Toni Harsono, Maecenas Potehi dari Gudo ini. Melalui tulisannya yang berjumlah lebih dari sembilan puluh enam halaman ini, Hirwan Kuardhani menceritakan tentang sosok Maecenas, Toni Harsono dalam melestarikan pertunjukkan Potehi di Indonesia.

Berangkat dari perjalanan masa kecilnya yang tidak mudah, Toni Harsono sendiri, melalui peninggalan Wayang Potehi yang usianya sekitar 150 tahun, diketahui merupakan generasi ketiga langsung dari seniman Potehi, Tok Su Kwie yang berasal dari China. Namun, meskipun demikian, Toni tidak melanjutkan profesi sebagai dalang. Hal tersebutlah yang membuatnya menjadi seorang pengusaha sukses dan serta merta, ikut melestarikan peninggalan kebudayaan kakeknya dengan cara lain, yakni menyediakan fasilitas dan dana untuk pertunjukkan Potehi.
(Chatarina Komala)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar